Hei, aku lagi nulis ini sambil ngopi, scrolling job portal, dan sesekali ngetik sambil mikir, “Duh, mulai karier tuh kayak naik roller coaster—deg-degan tapi seru.” Kalau kamu baru lulus atau lagi mau pindah haluan, santai aja. Ini bukan pidato motivasi yang mesti bikin nangis, cuma curhatan dan tips praktis biar langkah pertama gak kerasa kayak mau nyemplung ke laut tanpa pelampung.
Nggak usah panik, yang penting mulai
Pertama, tarik napas. Iya, beneran. Banyak yang ngerasa harus punya rencana sempurna dulu baru bergerak—padahal seringnya rencana itu berubah tiap 6 bulan. Mulai dengan kecil: bikin CV sederhana, update LinkedIn, coba ikut satu kerjaan freelance. Jangan nunggu semua lampu hijau. Kesalahan aku waktu pertama nyari kerja: nunggu pengalaman “ideal”. Hasilnya? Lama banget dapat kesempatan. Jadi: bergeraklah, salah itu wajar, malah biasanya sumber belajar terbaik.
Peluang kerja itu banyak, tinggal peka aja
Sekarang banyak jalan menuju kerja: job portal, media sosial, komunitas, dan acara kampus. Kadang peluang terbaik datang dari chat santai di Discord atau repost Instagram teman. Jangan terpaku pada “lowongan formal” saja. Kalau mau yang lebih struktural, coba cek program magang, apprenticeship, atau program entry-level dari perusahaan. Seringkali perusahaan besar punya program khusus pemula yang nggak minta pengalaman puluhan tahun.
Kalau mau liat contoh dan referensi program buat anak muda, coba intip platform yang sering update info program dan lowongan. Aku pernah nemu beberapa peluang menarik lewat rekomendasi komunitas, dan itu nyelametin aku dari kebingungan. Salah satu tempat yang sering ngumpulin info buat anak muda dan program karier itu recrutajovem, lumayan buat ngecek peluang yang cocok buat pemula.
Skill = modal, bukan mantra
Jangan takut ketinggalan karena belum punya skill “keren”. Skill itu bisa dipelajari, bukan sulap. Fokus ke beberapa hal yang aplikatif: komunikasi, dasar-dasar digital (Excel, Google Workspace, dasar desain atau coding sesuai minat), dan kemampuan problem solving. Pilih satu bidang, dalami, lalu bikin portofolio kecil—bisa proyek pribadi, kerjaan freelance, atau kontribusi ke organisasi kampus. Portofolio itu lebih sering bikin HR bilang, “Wah, keren nih,” daripada CV yang cuma berisi daftar kursus online.
Pelatihan sekarang banyak bentuknya: bootcamp, kursus singkat, webinar, hingga micro-credential dari platform internasional. Pilih yang punya kurikulum jelas dan proyek akhir. Jangan cuma ikut karena certificate-nya cakep—banyak yang akhirnya lupa isinya. Praktik langsung itu kunci. Kalau bingung mulai dari mana, gabung ke komunitas yang sering kasih tantangan kecil, misal hackathon mini atau project kolaborasi.
Networking itu nggak serem, kok
Aku dulu mikir networking itu harus rapi, pake jas, dan jabat tangan di acara formal. Ternyata enggak. Networking bisa dimulai dari DM sopan ke orang yang kita kagumi, ikut grup Telegram yang relevan, atau hadir di acara santai sambil bawa kartu nama digital. Intinya: jaga empati dan konsistensi. Jangan cuma nge-DM pas butuh kerja, tapi sering-sering share hasil kerja atau insight kecil. Orang mukanya jadi familiar, dan itu membantu saat ada info lowongan atau rekomendasi.
Motivasi? Ambil dari cerita nyata
Kalau lagi down, cari cerita orang yang berawal dari hal sederhana—misal alumni yang mulai dari magang, atau teman yang dulu kerja serabutan lalu beralih ke karier impian. Cerita-cerita itu ngasih perspektif bahwa perjalanan karier itu bukan lintasan lurus. Kadang putaran tajamnya bikin pusing, tapi biasanya ada pelajaran penting. Aku sering simpan screenshot testimoni atau pesan singkat dari orang yang dulu nol pengalaman tapi sekarang nyaman di bidangnya—itu jadi booster waktu lagi bimbang.
Terakhir, izinkan diri buat salah dan bereksperimen. Karier bukan soal cepat sampai, tapi soal terus belajar dan menemukan versi dirimu yang paling cocok. Kalau butuh ide langkah awal, coba tulis tiga hal yang kamu suka, tiga skill yang mau dipelajari, dan satu aksi kecil minggu ini. Lakukan. Ulang. Sambil ngopi lagi.